SURABAYA – Para petugas imigrasi tampak serius meneropong sebuah paspor negara asing yang tertulis milik United States of America. Mereka melihat paspor dan visa yang tertempel di halaman dalam paspor secara detail dengan kaca pembesar dan senter sinar UV. Dua alat tersebut merupakan peranti manual untuk mendeteksi dokumen palsu.
Para petugas tersebut merupakan perwakilan kantor imigrasi (kanim) se-Jatim. Pelatihan mendeteksi dokumen perjalanan palsu itu digelar atas kerja sama Kantor Wilayah Kemenkum HAM Jatim dengan Diplomatic Security Service (DSS) Konjen Amerika Serikat di Surabaya.
’’Setahun lalu kami menangkap enam orang Syria dengan paspor palsu masuk ke Surabaya,’’ ungkap Kepala Kanim Kelas I Khusus Surabaya Enang Supriyadi Syamsi di Hotel Sheraton, Selasa (14/4).
Menurut dia, para pelanggar imigrasi tersebut membuat paspor dari Turki untuk menembus Indonesia. Namun, upaya pendatang ilegal itu berhasil digagalkan. Seorang warga Amerika Serikat yang memiliki paspor palsu juga digagalkan menembus Surabaya. Karena itu, dia memaparkan pentingnya pembekalan ilmu pendeteksian dokumen negara palsu kepada para petugas.
Dia mengungkapkan bahwa imigrasi bertugas memantau lalu lintas antarnegara sehingga peranannya begitu penting. Masalahnya, hingga kini Surabaya belum memiliki alat forensic document, sebuah peranti canggih untuk mengetahui dokumen identitas palsu. Selama ini petugas imigrasi mengandalkan feeling saat merasa ada paspor atau visa yang mencurigakan.
’’Alat itu bisa scan apakah paspor tersebut original atau tidak. Idealnya, setiap bandara punya. Tapi, harganya sangat mahal. Makanya, selama ini memakai insting saja. Meski tidak punya alat, jangan sampai kecolongan,’’ katanya.
Dia menyatakan, tidak ada satu pun bandara di Indonesia yang memiliki alat forensic document tersebut. Sementara itu, Konsul Jenderal AS di Surabaya Joaquin F. Monserrate menuturkan bahwa keimigrasian adalah isu bersama. Selain Surabaya, kota lain seperti Makassar, Manado, Kupang, Lombok, dan Denpasar menerima pelatihan yang sama. Dia berharap kerja sama tersebut tidak berhenti usai acara itu. ’’Saya bangga bisa saling bertukar pengalaman dan best practice,’’ ujarnya.
Assistant Regional Security Officer Investigator Kantor Keamanan Regional Kedubes AS Indonesia James Cabansag menjelaskan cara identifikasi dokumen palsu secara sederhana, tetapi efektif. Petugas perlu membawa dua ’’senjata’’. Yakni, alat pembesar dan UV lights. Alat tersebut bisa melihat paspor asli atau tidak. Misalnya, dari warna, tulisan, pendaran kertas, sampul, dan hologram. ’’Mirip seperti mendeteksi uang palsu. Di setiap dokumen sebenarnya ada pengaman,’’ tuturnya.
Dia menambahkan, pihak yang memalsukan paspor atau visa bisa datang karena bermacam alasan. Antara lain, penyelundup narkoba, pedofil, pelaku perdagangan manusia, buron, teroris, atau warga negara biasa yang memiliki alasan tersendiri untuk datang. Menurut dia, pemalsuan dokumen akan memicu kejahatan yang lebih serius.
Dia mencontohkan pelaku terorisme 9/11 yang merupakan pemalsu paspor. Untuk mencegah hal semacam itulah, pendeteksian identitas palsu dinilai sangat penting. ’’Ada warga biasa yang datang secara ilegal dengan membayar uang ke penyedia dokumen untuk mendapat izin masuk. Termasuk yang masuk secara sah, tapi melebihi batas tinggal. Ini juga perlu diwaspadai,’’ ucapnya.
Pria kelahiran Texas, Amerika Serikat, tersebut pun mengapresiasi keberhasilan petugas imigrasi di Bandara Juanda yang berhasil menangkap seorang pedofil, warga Amerika yang ingin menembus Surabaya pada Januari lalu. Pedofil itu ketahuan menggunakan paspor palsu. ’’Ke depan bisa kerja sama dengan kami jika butuh informasi. Security officer kami berada di seluruh dunia,’’ tegasnya. (nir/c20/ayi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar