Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi mencabut persyaratan saldo Rp 25 juta dalam tabungan saat proses pengajuan pembuatan paspor baru untuk mencegah TKI nonprosedural. Keputusan diambil karena banyaknya respons yang muncul dari masyarakat terkait persyaratan tersebut.
"Sebagai pembuatan kebijakan kami tidak boleh tutup mata. Dari hasil analisa kami terhadap apa yang berkembang di media dan masyarakat, kata Rp 25 juta itu kami hapus karena sampai saat ini masyarakat belum bisa memahami maksud dari syarat Rp 25 juta itu," ujar Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Agung Sampurno dalam jumpa pers di gedung Ditjen Imigrasi, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (20/3/2017).
Dari hasil analisa media, masyarakat menurut Agung memberikan respons negatif atas persyaratan menunjukkan rekening koran Rp 25 juta. Syarat ini sebelumnya diberlakukan kepada pemohon paspor baru yang bertujuan wisata namun tak punya pekerjaan tetap. Penentuan diminta tidaknya syarat tambahan ini sebelumnya diserahkan kepada penilaian petugas imigrasi.
"Kami melihat masyarakat merasa terbebani dengan adanya syarat ini. Oleh karena itu, sebagai pembuat kebijakan kami yang harus lebih memahami masyarakat. Kalau ditanya sampai kapan akan dihapus, yang bisa saya sampaikan adalah sampai saat ini syarat itu dihilangkan," jelas Agung.
Agung menegaskan meskipun syarat Rp 25 juta itu telah dihapus, pihak imigrasi akan tetap melaksanakan serangkaian proses pemeriksaan untuk mencegah terjadinya TKI nonprosedural. Salah satunya dengan mendalami motif pemohon melalui wawancara mendalam dan berdasarkan gestur tubuh pemohon.
"Proses profiling dan gesturing serta pemeriksaan database, jika dibutuhkan, harus dilakukan secara lebih mendalam. Jadi sekarang persyaratan permohonan paspornya sama, harus ada KTP, KK, akte kelahiran. Selain itu juga ada tambahan untuk ke luar negeri harus melampirkan surat rekomendasi paspor yang diterbitkan oleh Dinas Ketenagakerjaan dan melakukan pemeriksaan kesehatan di sarana kesehatan yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan," terang Agung.
Serangkaian proses pemeriksaan itu bertujuan untuk mencegah adanya TKI nonprosedural. Selain itu juga agar masyarakat merasa aman.
"Kami bermaksud untuk memberikan masyarakat rasa aman, bahwa mereka tahu negara hadir dalam pembuatan paspor ini agar kita mencegah hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi," kata Agung.
"Sebagai pembuatan kebijakan kami tidak boleh tutup mata. Dari hasil analisa kami terhadap apa yang berkembang di media dan masyarakat, kata Rp 25 juta itu kami hapus karena sampai saat ini masyarakat belum bisa memahami maksud dari syarat Rp 25 juta itu," ujar Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Agung Sampurno dalam jumpa pers di gedung Ditjen Imigrasi, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (20/3/2017).
Dari hasil analisa media, masyarakat menurut Agung memberikan respons negatif atas persyaratan menunjukkan rekening koran Rp 25 juta. Syarat ini sebelumnya diberlakukan kepada pemohon paspor baru yang bertujuan wisata namun tak punya pekerjaan tetap. Penentuan diminta tidaknya syarat tambahan ini sebelumnya diserahkan kepada penilaian petugas imigrasi.
"Kami melihat masyarakat merasa terbebani dengan adanya syarat ini. Oleh karena itu, sebagai pembuat kebijakan kami yang harus lebih memahami masyarakat. Kalau ditanya sampai kapan akan dihapus, yang bisa saya sampaikan adalah sampai saat ini syarat itu dihilangkan," jelas Agung.
Agung menegaskan meskipun syarat Rp 25 juta itu telah dihapus, pihak imigrasi akan tetap melaksanakan serangkaian proses pemeriksaan untuk mencegah terjadinya TKI nonprosedural. Salah satunya dengan mendalami motif pemohon melalui wawancara mendalam dan berdasarkan gestur tubuh pemohon.
"Proses profiling dan gesturing serta pemeriksaan database, jika dibutuhkan, harus dilakukan secara lebih mendalam. Jadi sekarang persyaratan permohonan paspornya sama, harus ada KTP, KK, akte kelahiran. Selain itu juga ada tambahan untuk ke luar negeri harus melampirkan surat rekomendasi paspor yang diterbitkan oleh Dinas Ketenagakerjaan dan melakukan pemeriksaan kesehatan di sarana kesehatan yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan," terang Agung.
Serangkaian proses pemeriksaan itu bertujuan untuk mencegah adanya TKI nonprosedural. Selain itu juga agar masyarakat merasa aman.
"Kami bermaksud untuk memberikan masyarakat rasa aman, bahwa mereka tahu negara hadir dalam pembuatan paspor ini agar kita mencegah hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi," kata Agung.